jpnn.com, JAKARTA - Menteri Pendidikan Nasional 2009–2014, Prof. Dr. Ir. Muhammad Nuh, DEA menyampaikan, keberadaan Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM) sangat penting dan harus ada untuk membantu pemerintah dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.
Posisi LAM juga bukan sebagai lembaga tandingan yang mengambil tanggung jawab pemerintah dalam menjaga kualitas pendidikan. 'LAM itu melindungi masyarakat agar tidak tertipu dengan tawaran sertifikasi yang tidak jelas, karena ada LAM sebagai lembaga yang punya otoritas dan kewenangannya. Saya yakin, pemerintah akan bertanggung jawab dalam peningkatan mutu pendidikan," kata Prof. Nuh dalam Seminar Forkom LAM dengan tema: Perjalanan Lembaga Akreditasi Mandiri Teknik dan Infokom di Jakarta, Rabu (23/7). Dia menjelaskan, transformasi sistem penjaminan mutu pendidikan tinggi di Indonesia terus bergerak menuju profesionalisme dan daya saing global. Tonggak utamanya adalah UU 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, yang mengamanatkan perbaikan tata kelola, peningkatan akuntabilitas, dan percepatan mutu pendidikan.
Undang-undang ini menandai babak baru reformasi pendidikan nasional, dari sistem terpusat menjadi ekosistem yang menjunjung kemandirian akademik dan profesionalisme keilmuan. Sebagai implementasi amanat tersebut, lahirlah LAM termasuk di dalamnya LAM Teknik dan LAM Infokom. Lembaga-lembaga ini bertugas menyelenggarakan akreditasi secara independen, objektif, transparan, dan spesifik sesuai bidang keilmuan.
"Pembentukan LAM merupakan konsekuensi logis dari amanat konstitusi untuk perbaikan mutu pendidikan tinggi secara berkelanjutan," tegas Prof. Nuh.
Ketua Dewan Pengawas LAM Teknik Prof. Dr. Ir. Djoko Santoso, M.Sc., menekankan bahwa LAM bukan pengganti peran negara, melainkan pelaksana teknis dalam penjaminan mutu program studi yang beroperasi dengan kemandirian profesional dan integritas ilmiah, sesuai prinsip dasar UU 12/2012. Mantan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi pada era Prof. Nuh ini menegaskan perjalanan implementasi undang undang Pendidikan tinggi yang di dalamnya memuat tentang sistem penjaminan mutu eksternal. Pada kesempatan sama, Ketua Komite Eksekutif LAM Teknik Prof. Dr.-Ing. Ir. Misri Gozan, M.Tech., IPU, menjelaskan, akreditasi dari LAM Teknik bukan sekadar status administratif, tetapi pemicu nyata perubahan mutu pendidikan teknik di Indonesia. Program studi teknik di berbagai kampus, mulai dari UI, ITB, ITS, UGM hingga politeknik negeri, menjadikan akreditasi LAM Teknik sebagai dasar untuk menyusun ulang kurikulum berbasis Outcome-Based Education (OBE), meningkatkan sarana dan fasilitas laboratorium, memperkuat kolaborasi strategis dengan industri, dan menyelaraskan standar nasional dengan pengakuan internasional (IABEE, Washington Accord). "Dahulu, untuk akreditasi program studi (prodi) butuh waktu 2-3 tahun. Kalau sekarang hanya 120 hari kerja," ujarnya. Sementara itu, Ketua Majelis Akreditasi LAM Infokom Prof. Zainal A. Hasibuan, Ph.D., membagikan pengalaman LAM Infokom dalam membangun standar akreditasi ICT nasional yang selaras dengan tuntutan global, terutama melalui afiliasi dengan Seoul Accord dan Seoul Accord General Committee (SAGC). Forum ini dengan tegas menyatakan bahwa LAM-LAM bukanlah entitas komersial, melainkan organ pelaksana penjaminan mutu oleh komunitas keilmuan sendiri. Biaya akreditasi yang kini ditanggung langsung oleh perguruan tinggi— sebelumnya ditanggung penuh oleh negara melalui BAN-PT—justru sangat kecil dibandingkan manfaat jangka panjang yang diperoleh seperti peningkatan status akreditasi berdampak langsung pada daya saing lulusan, mempermudah kerja sama internasional dan sertifikasi profesi.
Selain itu, menjadi dasar penguatan kurikulum, fasilitas laboratorium, dan jejaring industri, berfungsi sebagai alat akuntabilitas mutu di hadapan publik dan dunia kerja. "Penghapusan LAM, atau pengembalian fungsinya secara penuh ke BAN-PT, akan sangat membahayakan posisi Indonesia di kancah pendidikan global karena LAM Teknik melalui IABEE adalah anggota penuh Washington Accord di bawah International Engineering Alliance (IEA)," tegas Prof. Misri Gozan. Prof. Zainal A. Hasibuan menambahkan, LAM Infokom telah selaras dengan standar Seoul Accord melalui partisipasi aktif dalam Seoul Accord General Committee (SAGC). Prof. Djoko Santoso menegaskan, LAM merupakan representasi resmi Indonesia dalam akreditasi teknik global, menyamakan lulusan teknik Indonesia dengan standar internasional di negara maju seperti Australia, Jepang, Korea, dan Amerika Serikat. Seminar ini menegaskan bahwa akreditasi bukan sekadar formalitas administratif, melainkan stimulator perubahan mutu pendidikan tinggi yang sesungguhnya. Hadirnya LAM sebagai penjamin mutu untuk program studi terbukti memberikan dampak bagi perkembangan kualitas lulusan. "LAM adalah wajah komunitas akademik Indonesia—jangan biarkan ia terpisah dari arena global yang sedang kita perjuangkan bersama," pungkas Prof. Nuh. (esy/jpnn)
Artikel ini telah tayang diJPNN.comdengan judul
"Penghapusan LAM akan Membahayakan Posisi Indonesia di Kancah Pendidikan Global",
https://www.jpnn.com/news/penghapusan-lam-akan-membahayakan-posisi-indonesia-di-kancah-pendidikan-global